“Arif sekarang lagi deket sama siapa?”
“Kakak pernah pacaran ngga, sih? Kok kayaknya aku liat foto-foto di medsos jarang foto sama cewe, kebanyakan foto sendiriannya.”
“Kakak tipe orang yang susah jatuh cinta, ya?”
“Kakak lagi suka sama siapa?”
“Pacar kamu orang mana, Rif?”
“Gimana sama kenalan yang waktu itu?” Masih kontekan?
“Kakak jadian ya, sama ‘dia’?
Itulah contoh beberapa pertanyaan dari orang-orang di sekitarku (teman, saudara, bahkan orang tua) kala itu. Aku tau, semua pertanyaan itu bermuara pada (kisah) ‘cinta’. Dan aku pun pernah mengalaminya.
***
Apa itu cinta? Pertanyaan ini tentu punya berbagai macam jawaban dari tiap orang yang (sedang/pernah) mengalaminya. Ya, tiap orang pasti pernah mengalami jatuh cinta, dengan caranya masing-masing. Ada yang pacaran, ada yang cinta sebagai ‘ade-kakak’-an, cinta tapi cuma sahabatan, ada yang HTS-an, atau ada juga yang cuma cinta (suka) secara diem-diem, dan cinta lainnya.
Apapun itu, segala pengalaman cinta akan merubah cara pandang kita terhadap cinta tersebut. Pengalaman itu dapat dijadikan referensi untuk menafsirkan kata ‘cinta’ versi kita sendiri.
Waktu kecil (katakanlah dari SD sampai SMP) mungkin kita memaknai cinta sebagai suka-sukaan, surat-suratan, bercanda, ledek-ledekan, digosipin, sama-sama seneng kalo ketemu, sampai suka malu-malu kucing. Memasuki masa ‘putih abu-abu’ deskripsi cinta kita mulai berbeda. Kita mencintai seseorang mungkin karena hobinya, kepintarannya, pergaulannya, dan hal lainnya. Lalu setelah duduk di bangku perkuliahan kita mencintai seseorang dengan pertimbangan yang berbeda. Kita mencintai karena kepribadiannya, sikapnya, rasa pedulinya, keaktifannya, hingga eksistensinya (ikut organisasi atau kegiatan lainnya). Setelah lulus kuliah dan (sudah) bekerja pun pola pikir tentang cinta jadi mulai serius, rada selektif. Kita mencintai seseorang dengan melihat karakternya, pola pikirnya, hatinya, tanggung jawabnya, perjuangannya, hingga masa depannya.
Begitulah cinta. Semakin kita dewasa, semakin ‘dalam’ pula kita mencoba (terus) menafsirkannya.
***
Katanya, kalo kita siap mencintai berarti kita juga harus siap patah hati. Siap dengan segala resiko yang ada. Patah hati biasanya imbas dari cinta kita yang tak terbalaskan. Namun, patah hati bukan hanya bermakna ditolak saat kita mengungkapkan cinta kepada ‘dia’. Kita mungkin pernah merasa patah hati ketika cinta kita bertepuk sebelah tangan, ketika rasa peduli dan perhatian kita tak dianggap, ketika semua harapan indah bersamanya tak sesuai dengan kenyaataan, hingga kita pun merasakan sakit/patah hati saat cinta kita tiba-tiba diputusin tanpa sebab, ditinggalin saat lagi sayang-sayangnya, dan pengalaman pilu lainnya.
Menurutku, namanya cinta itu kan sebenernya proses untuk ‘saling mengenal dan saling mengerti’. Apalagi ini menyangkut hubungan antara dua karakter manusia yang berbeda ; laki-laki dan perempuan. Mungkin dari proses perkenalan itu kita masih ada yang kurang tanggap, kurang mengerti, kurang memahami, saling egois, ngga mau ngalah, gengsi, terlalu emosi, over protective, bosan, dan sebagainya. Jadi, wajar sih, jika kita patah hati.
Kata Raditya Dika dalam bukunya Manusia Setengah Salmon; “Salah satu tanda orang sudah dewasa adalah ketika dia sudah pernah patah hati. Ketika patah hati, maka prioritas utama dalam hidup ini adalah untuk tidak patah hati lagi.”
Justru dari (berkali-kali) patah hati itulah paradigma kita tentang cinta jadi berbeda, kita jadi lebih dewasa. Sebelumnya mungkin kita pernah kenalan atau deket dengan seseorang dengan karakter ‘begini’, tapi kita gagal untuk saling memahami dan mempertahankan. Maka kita akan merubah sikap dan cara pandang kita tentang cinta dengan ‘begitu’. Namun, kadang sikap ‘begitu’ saja tidak cukup, lalu kita pun jadi lebih sabar dan berhati-hati lagi untuk jatuh cinta. Kita jadi lebih introspeksi diri, berusaha mempersiapkan dan memantaskan diri, dan tak lelah melantunkan doa.
***
Sampai pada suatu waktu, (semoga) kita pun bertemu dengan seseorang yang menurut kita ‘berbeda’. Seseorang yang menerima kita apa adanya. Seseorang yang membuat kita nyaman. Seseorang yang membuat kita bahagia. Seseorang yang membuat kita semangat dalam bekerja dan beraktivitas. Seseorang yang membuat kita percaya diri. Seseorang yang ingin kita perjuangkan dan ingin hidup bersama di masa depan. Dan semua deskripsi tentangnya itu telah cukup untuk menafsirkan apa itu cinta.
***
Oleh : Arif Erha
@PerpustakaanUINJakarta, 9 Juli 2019