Yang Membuatku Percaya

Dulu aku tak terlalu percaya apa itu cinta

Hanya pernah merasakan suka

Hanya sekedar berprasangka

Tanpa tahu apa maknanya         

Kukira mencintai seseorang itu mudah

Tak semua yang kucinta membuatku sumringah

Sebagian membuatku gundah

Ada pula yang membuatku gelisah

Ketika premisku mulai rapuh

Aku hanya bisa bersimpuh

Melantunkan doa kepada Sang Maha Tangguh

Berikhtiar agar hati bisa berlabuh

Sang Waktu pun menjawab harapanku

Aku bertemu denganmu tepat waktu

Seorang menawan yang membuatku terpaku

Kesederhanaannya membuat hatiku terjamu

Kau mendukung dan menyemangatiku

Kau menerimaku apa adanya

Meyakinkanku akan sebuah harapan

Melangkah bersama untuk masa depan

Bersamamu aku merasa nyaman

Bersamamu aku merasa percaya

Bersamamu aku merasa bahagia

Kau datang memberikan makna apa itu cinta

Oleh : Arif Erha

@MeizeHotel, Bandung (27/12/2023)

Cinta dan Keadaan

Perasaan aneh itu menghantui hatiku

Diriku kaku terselimuti belenggu

Kalbuku dihadapkan kegetiran

Antara cinta dan keadaan

Aku mencintainya apa adanya

Kagum dengan segala sikapnya

Namun keadaan tak memungkinkan

Suasana sekitar mulai bersenjangan

Sepertinya kita memang butuh waktu

Untuk bersikap wajar dan baku

Berusaha menyesuaikan keadaan

Agar bisa mengembalikan perasaan

Apapun dan bagaimanapun,

Aku masih merindukannya

Senyumannya, kesederhanaannya

Aku masih menyayanginya

Kesetiannya, kebersamaannya

Aku juga masih membutuhkannya

Kesabarannya, pengertiannya

Kuharap ia tahu

Aku setia menunggu

Selalu berharap dan berdoa

Agar cinta dan keadaan kembali tertata

Oleh : Arif Erha

19/12/2023 (Ditulis dalam perjalanan dari Bandung-Depok)

Sederhana

Aku tak tahu pasti

Kapan kesan ini bermula

Awalnya hanya sekedar mengenali

Lalu kita saling menyapa

Dari sapaan muncul percakapan

Dari percakapan timbul perhatian

Lalu kita saling bertukar cerita

Berbagi suka duka bersama

Tumbuhlah kesan yang berbeda

Perasaan sederhana yang membuat ceria

Citra yang menyentuh hati

Impresi syahdu pun mulai memasuki nurani

Hatiku mulai menggema

Inikah yang dinamakan cinta?

Berawal dari hal sederhana

Hingga muncullah sebuah rasa

Ada kebahagiaan saat kita saling menatap

Ada keceriaan saat kita saling bercakap

Ada kenyamanan saat kita saling berbagi

Ada kedamaian saat kita saling bersimpati

Ada perhatian saat kita saling mendengarkan cerita

Ada kehangatan saat kita saling percaya

Ya, mungkin ini yang dinamakan cinta

Rasa kasmaran yang tumbuh dari hal sederhana  

Oleh : Arif Erha

@WarungIbuMus, Ciputat (05/11/2023)

Cemburu

Ada yang aneh dengan perasaanku saat itu

Perasaan yang membuat hatiku gelisah

Perasaan yang membuat jantungku gundah

Perasaan yang membuat tubuhku lemah

Sanubariku seperti terbelah

Intuisiku menjelma keruh

Impresiku mulai sentimen

Dan angan-anganku terasa senewen

Aku tak sudi ada orang yang merayumu

Aku tak rela ada orang yang menghampirimu

Aku tak siap ada orang yang berbagi denganmu

Aku tak sanggup melihatmu dekat dengan orang lain

Yang aku ingin,

Hanya aku yang menyandingimu

Hanya aku yang mendekapmu

Hanya aku yang menyayangimu

Aku juga ingin menafikan segala yang mendekatimu

Karena aku cemburu

Karena aku mencintaimu

Oleh : Arif Erha

@SDIA46GDC, di kelas 6E, sambil nunggu hujan reda. (11/10/2023)

Semoga Baik-Baik Saja

 

danbo_heaven_by_bry5-d391z1o

Kala itu aku dapet sebuah pesan di WhatsApp. Tapi karena waktu itu aku lagi repot dengan deadline kerjaan, jadi aku tunda dulu pesannya. Ketika udah lenggang, baru aku buka pesan itu. Ternyata dari Anis, adik kelasku di kampus yang deket denganku.

“Ka, aku lagi ada masalah. Aku pengen cerita. Kapan bisa ketemu?”.

Masalah? Ada apa dengan dia? Aku pikir, selama ini dia baik-baik saja. Apakah ada hubungannya dengan status-status bernada galau akhir-akhir ini? Terakhir chatting, dia juga katanya lagi sakit. Aku khawatir sakit itu imbas dari pikiran serta status galaunya.

“Secara fisik insya Allah, baik-baik aja Ka. Tapi pikiran mah selalu ada terus”, jawabnya kala itu ketika aku tanya kabarnya.

“Tapi jangan terlalu banyak pikiran juga yang ngga terlalu penting, pikirin yang penting-penting aja, yang bermanfaat, dan tetap positive thingking. Semoga kamu baik-baik aja ya”, pesanku, sebagai balasan dari pesannya sebelumnya.

“Iya Ka, makasih. Doain aja biar aku baik-baik aja”, jawabnya kala itu.

Ketika aku sedang ngetik mau membalas pesan WhatsApp-nya yang sekarang ini, dia udah keburu datang ke tempatku. Aku kaget dengan kedatangannya yang tiba-tiba. Dia datang dengan muka murung dan sedih. Penampilannya terlihat acak-acakan, tidak seperti biasanya yang rapi. Aku seperti melihat dia dengan sosok yang beda dengan biasanya.

“Ka, aku serius lagi ada masalah. Kenapa kakak lama banget responnya? Kenapa selalu mentingin kerjaan terus daripada aku? Apa sekarang Aku udah ngga penting lagi?”, kata dia dengan nada tersedu-sedu, dan air matanya yang mulai menetes.

“Maaf Nis, tadi aku emang lagi sibuk, dan ….”, kataku menggantung, belum kelar, tapi dia udah keburu pergi lagi meninggalkanku. Duh, kenapa dia ngga mau denger penjelasanku.

Aku pun langsung mengejar mengikutinya, hingga tiba di sebuah rumah makan. Kini kami sudah duduk berhadapan dengannya, sambil menunggu pesanan yang kami pesan. Aku penasaran dengan masalah yang sedang dia hadapi dan apa yang ingin dia ceritakan.

“Nis, kamu kenapa?”, tanyaku lagi.

Dia mulai membuka mulut, sambil menyeka sisa air matanya, “Sebenernya Aku….”.

“Kami baik-baik saja”, jawab sebuah suara yang tiba-tiba datang di antara aku dan Anis.

Suara itu milik seorang laki-laki tegap berpenampilan rapi. Dia tiba-tiba datang dan ikut duduk di antara kami. Eh, lalu apa maksud dari kata ‘kami’ yang tadi dia (seorang laki-laki) ucapkan? Kami = lelaki itu dengan Anis? Ah, kenapa aku jadi cemburu begini.

Aku dan Anis saling pandang penuh tanda tanya, sebelum akhirnya aku dan dia pun menatap laki-laki misterius itu. Sedangkan lelaki itu malah menatapku.

“Terimakasih ya, selama ini kamu udah baik sama Anis, jagain dia, dan nasehatin dia”, ucap lelaki misterius itu kemudian.

Nah, lho, kenapa dia bisa berkata begitu padaku? Padahal aku tidak mengenal lelaki itu. Tapi entahlah dengan Anis, naluriku menebak sepertinya dia baru kenal dengan lelaki itu. Aku pun terdiam, hanya mengangguk dan tersenyum sebagai perwakilan jawaban perkataannya.

Aku kembali menatap Anis yang sekarang sedang menggigit bibir seolah ada rasa getir dengan keadaan kami bertiga ini.

“Nis…”, kataku terpaku. Sebenarnya aku ingin menanyakan lelaki itu siapa. Tapi sejak kedatangan lelaki itu, dia jadi kikuk, matanya penuh tanda tanya seperti ingin mencurahkan sesuatu rahasia yang selama ini dia pendam. Dia seperti ngga enakan mau cerita kalo masih ada lelaki misterius itu di hadapannya.

“Biarkan kami di sini. Mungkin dia butuh waktu untuk menenangkan hati”, malah lelaki itu yang menjawab.

“Sekali lagi, terima kasih, kamu udah baik sama dia”, sambung lelaki itu sambil tersenyum.

“Ya, sama-sama. Oke, kalo gitu aku pamit. Semoga kalian baik-baik saja”, jawabku sambil bangkit dari tempat duduk.

Aku memandang Anis yang sekarang juga ikut bangkit dari tempat duduknya. Aku mendekatinya sambil mengelus bahunya, “Take care. Semoga kamu baik-baik aja. Aku hanya bisa doain yang terbaik buat kamu”, kataku lirih.

“Kak…!”, pintanya mengiba, tatapannya seperti berkata ‘jangan pergi dulu’. Tapi aku juga tetep ngga enakan dengan perintah lelaki misterius itu yang sekarang masih memandangiku untuk segera pergi.

“Jaga diri baik-baik ya”, jawabku.

Aku pun beranjak pergi meninggalkan Anis dan juga lelaki misterius itu.

Aku masih memikirkan kejadian hari itu. Anis yang lagi ada masalah tapi ngga jadi cerita, tapi malah hadir lelaki misterius itu. Sesekali aku menoleh ke belakang, berharap masih ada bayangan Anis di sana. Tapi nihil. Mungkin di sana mereka sedang menduskusikan sesuatu yang belum aku mengerti. Ah, sudahlah…. Tetap berpikir positif aja. Aku terus berjalan. Hingga di tengah jalan, terdengar sebuah gema suara dari sekitar. “Kring… kring… kring….!”

Aku mulai sadar. Ternyata itu suara alarm dari HPku. Aku melihat jam ternyata sudah pukul 04:30 AM. Jadi tadi itu cuma mimpi? Tapi kejadiannya seperti sungguh nyata. Perasaanku campur aduk.

Aku segera bangkit mengambil air wudhu dan segera melaksanakan shalat shubuh. Ya Allah, tenangkanlah hati kami ini.

***

 

Sampe saat ini aku masih mengingat mimpi itu dengan detail. Kadang aku berpikir jika mimpi itu nyata, apa yang harus aku lakukan? Barangkali ini jadi muhasabah (intropeksi diri) buatku sendiri, agar lebih peka terhadap sesuatu, dan tetap berpikir positif.

Saat itu pula aku jadi kepikiran tentang dia. Bagaimana keadaan dia sekarang? Apa yang sebenarnya ingin dia ceritakan kepadaku waktu itu? Apakah ada rahasia yang belum aku ketahui? Bagaimana dengan masalahnya? Dan beberapa pertanyaan lainnya.

Seiring aku bertanya, beriringan pula aku berharap dan berdoa. Semoga dia baik-baik saja. Mudahkanlah segala urusannya. Lancarkan segala aktivitasnya. Dan semoga dia bahagia. Amin.

***

 

Oleh : Arif Erha

@KosanLegoso, Ciputat

23 Maret 2016

(Terinspirasi dari mimpi, 20/3/2016)

 

 

 

 

 

 

 

Mengapa Cinta Tidak Mengenal Waktu?[1]

Dahulu kala, hiduplah makhluk-makhluk abstrak di suatu pulau. Mereka adalah Kekayaan, Kegembiraan, Kecantinkan, Kesedihan, dan Cinta. Awalnya mereka hidup rukun dalam kehidupan mereka.

Namun suatu ketika, hujan turun sangat deras di pulau itu. Deras dan sangat deras. Sehingga lama kelamaan beberapa daerah di pulau tersebut terkena banjir. Sampai akhirnya masing-masing dari mereka sadar bahwa tempat yang dihuninya itu akan terkena banjir. Mereka sibuk menyelematkan diri masing-masing, mereka pun membuat dan mencari perahu. Kecuali Cinta, ia tidak bisa berbuat banyak dan tidak sempat membuat perahu, karena tempat tinggalnya sudah terlanjur terisi banyak air. Cinta pun panik, ia berusaha meminta bantuan kepada yang lainnya.

Lewatlah si Kekayaan dengan perahu miliknya. Cinta memanggilnya, “Kekayaan tolong aku. Aku akan tenggelam. Bawalah aku ke perahumu”.

Kekayaan menggeleng dan berucap, “Maaf Cinta, aku tidak bisa menolongmu. Perahuku sudah penuh dengan harta-harta bawaanku. Minta tolong sama yang lain saja”. Maka berlalulah sang Kekayaan darinya.

Tak lama kemudian, si Kegembiraan lewat di hadapannya.

Cinta melambaikan tangan kepada Kegembiraan, “Gembira, tolong aku. Bawalah aku ke perahumu”.

Namun Kegembiraan tidak menyahut sapaannya. Bahkan, ia tidak mendengar sapaan dari Cinta. Mungkin, ia terlalu gembira dengan suasana hatinya. Ia hanya fokus kepada dirinya sendiri, selalu gembira dan gembira dengan apa yang ia dapat atau ia kerjakan.

Maka berlalulah Kegembiraan dari pandangannya.

Setelah Kegembiraan berlalu, lewatlah Kecantikan di hadapan Cinta.

“Kecantikan, tolong aku. Bawalah aku ke perahumu”. Teriak Cinta kepadanya.

“Maaf Cinta, kamu terlalu kotor. Kamu basah, bajumu kotor. Kalau kamu ikut aku, nanti perahuku jadi kotor dan tidak cantik lagi. Jadi maaf, aku tidak bisa menolongmu”. Jawab Kecantikan. Cantik pun pergi dari hadapan Cinta.

Setelah beberapa saat, lewatlah si Kesedihan di hadapan Cinta.

Cinta segera memohon kepadanya, “Tolong aku. Bawalah aku ke perahumu. Aku akan tenggelam”.

“Maaf Cinta, aku tidak bisa membawamu. Aku lagi sedih. Kamu tahu sendiri, hampir setiap saat aku sedih. Jadi sementara aku ingin sendirian di perahu ini”. Maka berlalulah Kesedihan dari tatapannya.

Cinta makin sedih. Air semakin naik. Sepertinya tidak ada yang peduli dengan dirinya. Ia sadar bahwa sebentar lagi ia akan tenggelam. Ia mulai menangis. Terisak-isak. Kehabisan tenaga. Bahkan, ia hampir mau pingsan.

Terdengarlah sebuah suara dari kejauhan, “Cinta, naiklah ke perahuku”. Suara itu ternyata milik seorang misterius yang memakai topi dan selalu menundukan muka. Ia menghampiri Cinta.

Cinta pun segera naik ke perahunya. Ia penasaran, siapa seseorang yang menolongnya ini. Dalam perjalanan seseorang itu terus menunduk, sehingga Cinta tidak sempat melihat dan mengenal dirinya.

Seseorang itu mengantarkan Cinta ke sebuah tempat yang menurutnya aman.

“Terima kasih kau telah menolongku”, kata Cinta kepada Seseorang misterius itu. Tapi ia tidak menanggapi pernyataan tersebut, ia berbalik badan. Lalu ia segera pergi dari hadapan Cinta.

Hujan pun mulai reda di daerah itu. Beberapa warga mulai mengumpul di daerah yang menurutnya aman, termasuk di tempat Cinta yang baru saja diantarakan oleh Seseorang misterius tadi. Seorang warga memperhatikan Cinta yang masih memandang arah perahu Seseorang misterius yang telah menolongnya. Meskipun bayangan Seseorang tersebut telah hilang dari pandangannya.

Seorang warga tadi lalu mendekati Cinta dan berbisik. “Dia adalah Waktu. Dialah yang tadi menolong dan mengantarkanmu ke sini”. Bisikan yang menyadarkan Cinta dari lamunan serta hatinya.

***

 

#Hingga saat ini, cinta masih belum kenal dengan Waktu. Bahkan, sekarang cerita abstrak ini dianalogikan kepada sebuah pernyataan, bahwa “Cinta tidak mengenal Waktu”.

Memang, Cinta tidak mengenal Waktu. Tapi Waktu tahu seberapa bermaknanya Cinta dalam kehidupan ini.

Sekian. Semoga bermanfaat.


[1] Hanya cerita fiksi. Dengar-dengar dari beberapa orang dan dari berbagai sumber yang pernah saya baca.